Tuberkolosis Bisa Disembuhkan

30299216_l

F. 123rf.com

Ilustrasi penderita TB.
Tuberkolosis atau TB adalah penyakit penyebab kematian terbesar karena infeksi tunggal
setelah AIDS. Bukan disebabkan faktor keturunan. Tapi bisa disembuhkan.

Yusuf Hidayat, Batam

Raut mukanya tampak kusut. Tak bersemangat. Sebentar-sebentar terdengar batuk. Padahal dia harus bekerja seharian di lapangan. Kondisinya kadang diperparah oleh lingkungan kerjanya dimana teman-temannya banyak yang merokok.
Asap rokok baginya seperti alat penyiksa.

“Batuknya dari bulan November tahun lalu,” ungkap Annisa, 27, Kamis (21/7) disertai
batuk, tangan kanannya menutup mulut.
Awalnya Annisa mengira itu batuk biasa yang bisa sembuh setelah minum vitamin. Apalagi dia termasuk orang yang lincah di lapangan. Pertama yang dituju berobat ke dokter umum klinik dekat rumahnya di Nongsa, Januari lalu.
Dokter tersebut menyarankan cek dahak karena batuknya sudah berlangsung selama dua bulan.

“Tapi kamu kan belum pernah berobat, jadi kami kasih obat batuk yang paling keras,”
katanya meniru ucapan dokter.

Obat batuk jenis paling keras yang dimaksud, lanjutnya, carinya juga susah. Obat habis.
Annisa tidak langsung ke kontrol ke dokter tersebut. Dia abai sampai sebulan. “Salahku
gak langsung balik ke dokter itu setelah obatnya habis.” Malah pindah ke dokter lain.
Tapi diagnosanya sama. “Batuk biasa aja,” kata dokter kedua.

Jadi, obat yang diberikan juga sama, obat batuk yang keras, antibiotik, dan antiradang.
Tapi obat batuknya yang cair. “Mungkin dosisnya dikurangi karena kamu masih kerja,” kata dokter umum di Batam Centre itu lagi.

Setelah obatnya habis, batuknya tak sembuh juga. Annisa putus asa. “Kalau memang
sembuh maka akan sembuh sendiri,” ucapnya kala itu.

Melihat kondisi fisiknya yang menurun, kakak dan anggota keluarganya yang lain terus
mendorong agar berobat kembali. Hati Annisa luluh juga, dan mengikuti saran kakaknya.
Akhirnya berobat lagi ke klinik dengan menggunakan kartu BPJS. “Saya minta rujukan
ke rumah sakit, namun ditolak karena alasan prosuder. “Sama saja, penanganan dan obat yang diberi sama. Seminggu kemudian balik lagi karena obatnya habis. Dia minta lagi surat rujukan. Oleh dokter diberi rujukan ke rumah sakit kelas tiga. Namun oleh petugas BPJS di rumah sakit tersebut ditolak dengan alasan prosedur TB bisa ditangani klinik atau fasilitas kesehatan tingkat 1.

Karena di klinik tidak punya fasilitas cek dahak, dia diberi rujukan ke Puskesmas. Hasil cek dahak di Puskesmas negatif TB. “Batukku kering dan tidak tiap hari, makanya dokter
masih ragu mengatakan saya TB,” tuturnya.
Namun, lanjutnya, makin lama batuknya tambah jadi apalagi saat bangun tidur. Bahkan
setiap bangun tidur keluar keringat dingin. “Saat mulai bekerja, semangatku cuma berapa jam saja, setelah itu badanku merasa gak enak.
Kalau malam pulang kerja terasa capek sekali, padahal sebelumnya tidak begitu,” keluhnya.

Satu bulan kemudian masih batuk tapi makin parah. Kena debu batuk, kena asap rokok
batuk, dingin batuk. Karena tak sabar lagi, akhirnya Annisa periksa ke dokter Abdul Malik, dokter spesialis paru dan saluran napas di RS Awal Bros tanpa menggunakan kartu BPJS.
Waktu itu tensi darahnya rendah, di bawah standar normal. Berat badan juga turun, dari 52 kilogram turun 43 kilogram. Setelah dirontgen maka terlihatlah kuman di paru-paru. “Udah TB nih. Nih lihat kumannya dimana-mana,” tuturnya meniru ucapan Abdul Malik.

“Dari radiolog dan dokternya berkesimpulan bahwa aku positif TB,” jelasnya. Annisa dikasih obat selama 6 bulan yang harus diminum rutin setiap hari. “Bolong satu hari, pengobatannya dihitung dari awal,” sambung dia.

Nafsiah Mboi, yang pada waktu menjabat sebagai Menteri Kesehatan, memaparkan bahwa tingkat laporan kasus penyakit tuberkolosis yang disingkat TB di wilayah Kepulauan Riau tahun 2013 menyentuh angka 135 per 100.000 penduduk. Jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 118 per 100.000 penduduk.

Begitu pun dengan kualitas pengobatannya, masih berada di bawah target yang diharapkan, yakni 73.7 persen, sedangkan nasional telah mencapai 90.5 persen. Padahal target global untuk kualitas pengobatan TB sebesar 85 persen, dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 87 persen.

Nafsiah menyampaikan hal tersebut dalam kunjungannya ke Batam dalam pembukaan
Rapat Kerja Kesehatan Daerah Kepri di Hotel Harmoni One, Senin (11/8/2014) lalu.

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tuberkulosis (TB) adalah pembunuh terbesar di seluruh dunia karena agen infeksi tunggal kedua setelah HIV/AIDS.

Pada tahun 2012, 8,6 juta orang jatuh sakit karena TB dan 1,3 juta meninggal karena TB. Lebih dari 95 persen kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah, dan itu di antara tiga penyebab kematian perempuan berusia 15-44 tahun.

Pada tahun 2012, diperkirakan 530.000 anak sakit karena TB dan 74 anak-anak dengan
HIV-negatif meninggal karena TB. Perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit karena
TB setiap tahun menurun, meskipun sangat lambat, yang berarti bahwa dunia berada di
trek untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium untuk membalikkan penyebaran TB pada tahun 2015.

Angka kematian TB menurun 45 persen antara tahun 1990 dan 2012.

Mengapa angka penyakit TB begitu tinggi di wilayah Kepri? Dan apa itu TBC? Bagaimana
penyebarannya? Bagaimana pula penyembuhannya?

dr Abdul Malik, SpP f, Yusuf

dr Abdul Malik, SpP.

dr Abdul Malik, SpP, mengatakan Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri (mycobacterium tuberculosis). TB ada dua macam, yaitu ekstra paru dan TB paru.

Ekstra paru adalah TB yang mengenai organ lain di luar paru, seperti TB tulang, TB otal, TB kelenjar, TB Ginjal. Sedangkan TB paru adalah TB di dalam paru.

Gejala umum yang sering muncul adalah batuk lebih dari tiga minggu, demam, berat badan menurun, begitupun nafsu makannya juga menurun, kadang-kadang sesak, keluar keringat meskipun di malam hari. “Di ruang AC-pun keringatan,” jelas Abdul Malik.

Dikatakan Abdul Malik, penyakit TB sering ditemukan pada orang di lingkungan yang tidak sehat, pola hidupnya tidak sehat, dan bergizi buruk. “Yang paling rentan pada orang dengan HIV dan diabetes (sakit gula),” kata dokter berkacamata ini.

TB menular dari orang ke orang melalui udara. Ketika orang dengan TB batuk, bersin,
berdahak bersin atau meludah, mereka mendorong kuman TBC ke udara. “Orang bisa
tertular jika daya tahannya lemah. Jadi selain faktor lingkungan, pola hidup, serta cukup gizi, daya tahan tubuh yang baik bisa menjadi mencegah TB,” terangnya.

31823667_l

Hasil rongten penderita TB.

Menurut WHO sekitar sepertiga dari populasi dunia memiliki TB laten, yang berarti orang telah terinfeksi oleh bakteri TB tetapi tidak (belum) sakit dan tidak bisa menularkan penyakit.

TB sebagian besar memengaruhi orang dewasa muda atau usia produktif. Namun, semua kelompok umur berisiko. Lebih dari 95 persen kasus dan kematian terjadi di negara berkembang.

Selain penderita TB dengan HIV dan diabetes, penggunaan tembakau juga meningkatkan risiko penyakit TB dan kematian. Lebih dari 20 persen kasus TB di seluruh dunia diakibatkan karena merokok.

Pengobatan

dr Abdul Malik, SpP, menyatakan bahwa TB adalah penyakit yang dapat diobati dan
disembuhkan. “Dan bukan penyakit turunan (genetik, red),” tegasnya.

TB bisa disembuhkan dengan obat-obatan yang disediakan pemerintah, biasanya kombinasi dari empat macam obat antimikroba yang disebut RHZE.

“Apabila teratur minum obat tersebut minimal selama enam bulan, 90 persen sembuh,”
ucapnya.

Namun untuk orang yang sakitnya kambuh (relaps, red), lanjutnya, pengobatannya
minimal 8 bulan ditambah obat suntik tiap hari selama 2 bulan.

Sebaliknya, jika tidak disiplin meminum obat bisa meningkatkan risiko resistensi dan
meningkatkan kasus kekebalan obat ganda atau MDR (multi drug resistant), “itu bisa
menimbulkan kematian.”

Data WHO, sejak tahun 1995, lebih dari 56 juta orang telah berhasil diobati dan diperkirakan 22 juta jiwa diselamatkan melalui penggunaan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) dan strategi Stop TB yang direkomendasikan oleh WHO.

Strategi Stop TB WHO, yang direkomendasikan untuk dilaksanakan semua negara dan mitra, bertujuan untuk mengurangi TB dengan tindakan publik dan swasta di tingkat nasional dan lokal, seperti:

1. Mengejar DOTS yang berkualitas tinggi. DOTS adalah paket lima poin, di antaranya:
a. Mengamankan komitmen politik, dengan pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan.
b. Memastikan kasus dengan deteksi dini, dan diagnosis bakteriologi melalui kualitas yang terjamin.
c. Memberikan pengobatan standar dengan pengawasan dan dukungan pasien.
d. Menjamin pasokan dan pengelolaan obat yang efektif.
e. Memantau dan mengevaluasi kinerja dan dampaknya.

2. Mengatasi TB-HIV, MDR-TB, dan kebutuhan masyarakat miskin dan rentan.

3. Berkontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan didasarkan pada perawatan
kesehatan primer.

4. Melibatkan semua penyedia layanan;

5. Memberdayakan orang dengan TB, dan masyarakat melalui kemitraan.

6. Mengaktifkan dan mempromosikan penelitian.
Pencegahan

Abdul Malik mengatakan penyakit TB bisa disembuhkan dan dicegah. Pencegahan bisa
mulai dari menjaga kebersihan diri, lingkungan, serta membiasakan diri dengan pola hidup sehat, dan jika di dalam satu keluarga terkena TB agar segera diobati. “Obati yang sakit segera agar tidak menular ke anggota keluarga yang lain,” sarannya. (***)

 

  • Tulisan ini pertama kali terbit di majalah online Batam Pos (edisi ke-80, Juni 2014). 

~ oleh esont pada Desember 6, 2019.

Tinggalkan komentar